E-GOVERNMENT
A.
PENGERTIAN
adalah
penggunaan teknologi informasi
oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan
pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan
dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik,
untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau
proses kepemerintahan
yang demokratis.
Secara singkat E-Government adalah penggunaan
teknolgi informasi yang meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan
pihak-pihak lain.
B.
MANFAAT dan TUJUAN
Manfaat dan tujuannya diantara
lain adalah untuk meningkatkan mutu layanan publik melalui pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi dalam proses penyelenggaaran pemerintah
daerah agar dapat terbentuk kepemerintahan yang bersih dan transparan,
dan agar dapat menjawab tuntutan perubahan secara efektif.
Manfaatnya antara lain :
a.
Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya
(masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja
efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.
b.
Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Governance di pemerintahan
(bebas KKN).
c.
Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi
yang
dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas
sehari-hari.
d.
Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan
baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
e.
Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat
menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan
global dan trend yang ada.
f.
Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses
pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
C.
JENIS-JENIS E-GOVERNMENT
Jenis-jenis E-Government antara lain:
a. Government to Citizen (G2C)
Berupa teknologi
informasi yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan interaksi pemerintah dengan
masyarakat dan untuk mempermudah masyarakat dalam mencari informasi tentang
pemerintahan.
Memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah.
Contoh :
Pelayanan Pajak melalui online http://www.pajak.go.id.
Contoh lain
http://www.jabarprov.go.id/
b. Government to Business (G2B)
Merupakan tipe hubungan
pemerintah dengan pembisnis. karena diperlukan relasi yang baik antara
pemerintah dengan kalangan bisnis demi kemudahan berbisnis masyarakat kalangan
pembisnis.
Terdiri dari transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan
berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi
dengan pemerintah.Mengarah kepada pemasaran produk dan jasa ke pemerintah untuk
membantu pemerintah menjadi lebih efisien melalui peningkatan proses bisnis dan
manajemen data elektronik.
Contoh : http://www.indotender.com/
Situs ini adalah sebuah
website pemerintah dimana kalangan bisnis dapat memperoleh informasi dan saran
e-bisnis terbaik.
c. Government to Government (G2G)
Web pemerintah yang
dibuat untuk memenuhi informasi yang dibutuhkan antara satu pemerintahan dengan
pemerintahan yang lainnya dengan tujuan untuk memperlancar kerjasama antara
pemerintahan-pemerintahan yang bersangkutan.
Interaksi online
non-komersial antara organisasi, departemen, dan otoritas pemerintah dengan
organisasi, departemen, dan otoritas pemerintah yang lain.
Sistem G2G terbagi menjadi 2,yaitu Internal facing dan External facing.
Internal facing menggabungkan departemen, agen, organisasi, dan otoritas satu pemerintah. Lalu External facing menggabungkan departemen, agen, organisasi, dan otoritas lebih dari satu pemerintah.
Sistem G2G terbagi menjadi 2,yaitu Internal facing dan External facing.
Internal facing menggabungkan departemen, agen, organisasi, dan otoritas satu pemerintah. Lalu External facing menggabungkan departemen, agen, organisasi, dan otoritas lebih dari satu pemerintah.
Contoh Internal Facing : www.gateway.gov.uk
Contoh External Facing: schengen
information system
D.
KENDALA
a.
Kultur berbagi belum ada. Kultur berbagi (sharring)
informasi dan mempermudah urusan belum merasuk diIndonesia. Bahkan ada pameo
yang mengatakan: “Apabila bisa dipersulit mengapa dipermudah?”. Banyak oknum
yang menggunakan kesempatan dengan mepersulit mendapatkan informasi ini.
b.
Kultur mendokumentasi belum lazim. Salah satu kesulitan besar
yang kita hadapi adalah kurangnya kebiasaan mendokumentasikan (apa saja).
Padahal kemampuan mendokumentasi ini menjadi bagian dari ISO 9000 dan juga
menjadi bagian dari standar software engineering.
c.
Langkanya SDM yang handal. Teknologi informasi merupakan
sebuah bidang yang baru. Pemerintah umumnya jarang yang memiliki SDM yang
handal di bidang teknologi informasi. SDM yang handal ini biasanya ada di
lingkungan bisnis / industri. Kekurangan SDM ini menjadi salah satu penghambat
implementasi dari e-government. Sayang sekali kekurangan kemampuan pemerintah
ini sering dimanfaatkan oleh oknum bisnis dengan menjual solusi yang salah dan
mahal.
d.
Infrastruktur yang belum memadai dan mahal. Infrastruktur
telekomunikasi Indonesia memang masih belum tersebar secara merata. Di berbagai
daerah di Indonesia masih belum tersedia saluran telepon, atau bahkan aliran
listrik. Kalaupun semua fasilitas ada, harganya masih relatif mahal. Pemerintah
juga belum menyiapkan pendanaan (budget) untuk keperluan ini.
e.
Tempat akses yang terbatas. Sejalan dengan poin di atas,
tempat akses informasi jumlahnya juga masih terbatas. Di beberapa tempat di
luar negeri, pemerintah dan masyarakat bergotong royong untuk menciptakan
access point yang terjangkau, misalnya di perpustakaan umum (public library).
Di Indonesia hal ini dapat dilakukan di kantor pos, kantor pemerintahan, dan
tempat-tempat umum lainnya.
Hambatan-hambatan
di atas sebetulnya tidak hanya dihadapi oleh Pemerintah Indonesia(atau pemerintah daerah)
saja. Di negara lain pun hal ini masih menjadi masalah. Bahkan di Amerika
Serikat pun yang menjadi pionir di dunia Internet masalah E-Government pun
merupakan hal yang baru bagi mereka. Namun mereka tidak segan dan tidak takut
untuk melakukan eksperimen.
Salah
satu kendala utama dalam pelaksanaan e-government adalah kurangnya ketersediaan
infrastruktur telekomunikasi. Jaringan telepon masih belum tersedia di berbagai
tempat di Indonesia. Biaya penggunaan jasa telekomunikasi juga masih mahal.
Harapan kita bersama hal ini dapat diatasi sejalan dengan perkembangan
telekomunikasi yang semakin canggih dan semakin murah. Kendala lainnya adalah
masih banyaknya penyelenggara pelayanan publik baik di pusat maupun daerah yang
belum mengakomodir layanan publiknya dengan fasilitas internet. Terutama pada
institusi pusat dengan unit pelaksana teknisnya dan juga dengan institusi lain
dengan item pelayanan yang sama (G2G= government to Government). Dengan kata
lain hal ini belum terkoordinir dengan baik dan masih kuatnya kepentingan di
masing-masing sektor.
Implementasi e-government di Indonesia
Contoh penerapan
e-government di Indonesia ini dapat dilihat dari ilustrasi berikut. Seorang
guru mau persiapkan siswa buat Ujian Nasional. Ia butuh kisi-kisi soal sebagai
pengarah pendalaman materi yang hendak ia programkan. Kisi-kisi ia tidak punya,
sebab yang punya wewenang membuat kisi-kisi tersebut adalah pemerintah pusat.
Jika pusat sudah membuat, maka barulah didistribusikan ke daerah. Sebab segan
berurusan dengan birokrasi pusat (juga daerah), yang paling mudah ia tanya saja
pada kepala sekolahnya.
"Bu, sudah ada kisi-kisi soal untuk Ujian Nasional. Saya mau mulai pendalaman materi untuk anak kelas 3," ujar guru tersebut pada kepala sekolah. "Wah, Dinas Pendidikan belum ada yang disampaikan tuh," jawab sang kepala sekolah. "Jadi bagaimana ya. Ujian kan tinggal 2 bulan lagi. Saya betul-betul butuh kisi-kisi soal tersebut," timpal guru itu lagi. "Baiklah. Nanti saya ke dinas kabupaten. Saya akan tanyakan apa kisi-kisi soal tersebut sudah ada atau belum. Anda bersabar saja dulu," pungkas kepala sekolah. Akhirnya, guru tersebut pulang. Potret Indonesia
Di rumah, ia bertemu anaknya yang kelas 5 SD. Guru tersebut dipusingkan oleh perilaku anaknya (namanya Dodi, jadi kiranya lelaki) yang keranjingan bermain Ragnarok. Ragnarok adalah game online yang dimainkan melalui media komputer yang terhubung internet. Dodi pun meminta uang padanya untuk bermain Ragnarok di warnet langganannya. "Bu, minta uang dong. Dodi mau ke warnet nih," pinta Dodi. "Aduh Dodi. Ibu tahu, kamu di warnet kan paling main game komputer itu. "Ngga kok Bu. Dodi mau mencari jawaban tugas yang dikasih guru komputer.
Dodi disuruh mencari berita tentang bahaya merokok," jawab Dodi. "Yang betul, Dod," timpal guru tersebut. "Betul kok Bu. Dodi lagi bosan main game. Kalah terus sih," uja Dodi. "Kamu bisa cari berita tentang kesehatan itu, Dod," tanya guru tersebut. Ia teringat keinginannya memperoleh kisi-kisi soal Ujian Nasional. "Bisa dong Bu. Kan Dodi udah diajarin sama Bu Guru Komputer di sekolah. "Terus, caranya gimana Dod," kejar guru itu. "Dodi ke warnet. Buka internet lalu Dodi ketik www.google.com di kotak isian address-nya. Setelah itu, muncul fasilitas pencarian Google. Udah deh, Dodi ketik aja judul berita yang mau dicari," jelas Dodi bangga.
"Ooo. Kalau begitu, ibu ikut kamu deh ke warnet," pinta guru tersebut antusias. "Ibu juga ada yang mau dicari. Tapi, kamu yang ketikkan ya. Ibu ngga tahu caranya," tambahnya. Lalu keduanya pergi ke warnet selang 13 rumah dari arah kiri tempat tinggal mereka. Padahal keduanya belum makan siang. "Kamu masuk duluan Dod," suruh guru tersebut. Layaknya jagoan, Dodi pun masuk ke area warnet. Ia pilih PC yang biasa ia pakai bermain game.
Pertama ia ketik di kotak isian address www.google.com. Setelah muncul fasilitas search ia berpaling pada ibunya. "Apa yang mau ibu cari?" tanya Dodi. "Dod, coba kamu ketik "kisi-kisi ujian nasional"," jawab guru tersebut. Setelah Dodi selesai mengetik, ia klik button search. Muncullah hyperlink-hyperlink. "Yang mana Bu?" tanya Dodi. "Coba kamu klik yang nomor 3 dari atas itu," ujar guru itu. "Itu, yang ada tulisan Departemen Pendidikan Nasional," tambahnya.
Setelah Dodi meng-klik, muncullah kisi-kisi soal yang tengah dipusingkan guru itu. "Nah, itu Dod yang ibu cari. Bisa dicetak ngga Dod," tanyanya. "Bisa dong Bu. Nanti Dodi bilang sama Bang Jumin (penjaga warnet)," jawab Dodi. Akhirnya, Bang Jumin bisa memprint-out kisi-kisi soal. Seluruhnya 36 lembar dikali Rp.1.000 sehingga total biaya dikeluarkan Rp.36.000. Bukan main senangnya guru itu. Tidak apa uang dikeluarkan demi para siswanya.
Di benak guru itu telah terprogram rencana pendalaman materi yang akan ia berikan bagi persiapan ujian nasional. Itulah, yang ia kerjakan malam hari di rumahnya hingga pukul 23.30 WIB. Esoknya, begitu tiba di sekolah ia dipanggil atasannya (kepala sekolah tempat ia bertanya kemarin). "Bu, saya kemarin sudah dari dinas pendidikan kabupaten. Mereka mengatakan kisi-kisi soal belum ada. Belum didistribusikan oleh pusat," katanya. "Oh, tidak perlu Bu. Saya sudah punya kok. Terima kasih," jawab guru itu sambil melangkah pasti menuju kelas tercintanya.
Konsep E-Government
Kisah di atas bermaksud sederhana, yaitu hendak menggambarkan cepatnya akses informasi warganegara terhadap suatu jenis kebijakan pemerintah. Guru tadi langsung masuk ke struktur birokrasi atas pemerintah guna memperoleh kisi-kisi soal. Secara langsung, guru tersebut langsung mengalami aspek positif dari Electronic Government dan biasa disingkat penyebutannya menjadi E-Government.
Shailendra C. Jain Palvia dan Sushil S. Sharma mendefinisikan e-governmet sebagai terminologi umum guna menyebut layanan-layanan yang diberikan kantor departemen, pemerintah, maupun daerah yang didasarkan pada pemanfaatan jaringan web. Menurut keduanya, pemerintah menggunakan teknologi informasi khususnya internet guna mendukung operasionalisasi kebijakan mereka, melibatkan partisipasi warganegara, dan menyediakan layanan-layanan yang diberikan pemerintah.[1]
Sebuah kelompok kerja bernama Working Group on E-government in the Developing World menyebut bahwa e-government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi guna mempromosikan pemerintahan yang efektif dan efisien, memfasilitasi layanan pemerintah yang mudah diakses, memperbesar akses warga negara terhadap informasi, dan membuat pemerintahan lebih akuntabel saat diperhadapkan dengan warga negara. E-government melibatkan teknologi internet, telepon, pusat-pusat komunitas, perangkat wireless, dan sistem-sistem komunikasi lainnya.[2]
Dalam contoh di atas, Departemen Pendidikan Nasional merupakan pihak yang berwenang menentukan soal ujian negara. Jika pemerintah telah rampung membuat suatu kebijakan pendidikan, maka persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana mengimplementasikannya. Implementasi tersebut melibatkan aspek sosialisasi, distribusi, termasuk tentunya umpan balik. Dapat dibayangkan jika implementasi kebijakan tersebut sekadar menggunakan media konvensional berupa surat via pos, faksimili, dan sejenisnya.
Publik penerima, khususnya guru, tentu tidak termasuk hitungan person yang harus disampaikan hasil itu kecuali para kepala dinas pendidikan provinsi dan kota, pastilah menjadi person yang dituju. Distorsi implementasi biasanya muncul tatkala suatu kebijakan disampaikan via birokrasi. Kelambatan, protokoler, time-corruption (menunda-nunda), biasanya muncul. Terlebih lagi, jika birokrasi resmi negara tersebut sedang menangani proyek yang melibatkan uang banyak. Bisa dibayangkan bagaimana nasib sekadar kisi-kisi soal ujian nasional ?
E-government memiliki kemampuan mem-bypass hambatan implementasi kebijakan. Dari pembuat langsung kepada pihak yang seharusnya menerima. Dari Departemen Pendidikan Nasonal langsung kepada guru mata pelajaran. Kemampuan by-pass ini menghilangkan jarak antara warga negara dengan pemerintah.
Konsep E-Governance
E-Government, menurut definisi yang sudah diberikan, relatif merupakan terma umum. Paling tidak, definisi e-government meliputi 3 aras, yaitu pemerintah, media, dan publik pengakses (warganegara). Dalam implementasi hariannya, e-government ternyata melibatkan banyak pihak. Pemerintah bukan lagi merupakan satu-satunya provider informasi produk kebijakan. Pihak-pihak lain dari kalangan civil society pun terlibat.
Organisasi-organisasi baik yang dibentuk pemerintah maupun voluntary masyarakat ikut terlibat di dalam proses e-government. Muncullah kemudian istilah e-governance. Mengenai konsep governance (pemerintahan), Robert O. Keohane dan Josep S. Nye menyatakannya sebagai suatu konsep yang mengimplementasikan aspek lembaga dan proses-prosesnya, baik formal maupun informal, yang membimbing ataupun membatasi aktivitas kelompok secara umum.
Pemerintah merupakan pusat organisasi yang bertindak dengan otoritas dan mengkresi aturan-aturan formal.[3] Sementara itu, konsep pemerintahan tidak mesti harus dilakukan pemerintah. Firma-firma pribadi, firma-firma asosiasi, LSM, ataupun asosiasi LSM, semua dapat saja terlibat di dalamnya bersama dengan badan-badan pemerintah untuk membentuk pemerintahan; terkadang, meski tanpa kewenangan formal. E-governance, sebab itu, menjadi perluasan dari konsep e-government.
Jika e-governent menghendaki pemerintah sebagai satu-satunya produsen informasi, maka e-governance memperluas peran tersebut ke level organisasi di civil society. Ini tentu saja memiliki kesulitannya sendiri, terutama bagi pemerintah. Utamanya dalam melakukan sinkronisasi kebijakan mereka. Namun, fenomena e-governance inilah yang sesungguhnya tengah real di tengah masyarakat Indonesia kini.
E-Government dan Administrasi Negara
Administrasi Negara merupakan tata kelola negara. Satu hal yang menjadi inti pekerjaan negara adalah membuat dan mengimplementasikan kebijakan pemerintah. Indonesia sebagai contoh, memiliki banyak sekali produk undang-undang. Terkadang, belum lagi suatu undang-undang secara sukses terimplementasi, sudah terbit undang-undang yang baru. Sebab itu, menjadi tugas dari sektor administrasi negara untuk mempenetrasikan seluruh kebijakan negara ke tengah civil society.
Arus produk pemerintah (undang-undang) tentu saja sulit ditahan. Ia terbit tatkala masyarakat membutuhkannya. Seringkali tanpa periodisasi yang zakelijk. Untuk itu, diperlukan suatu metode administrasi yang cepat, mampu menembus batas, dan responsif. Di sanalah, konsep e-governance menemui signifikansinya. Administrasi Negara, dengan demikian lebih condong pada aspek proses atau tata alur kerja. "Administration, therefore, is the implementation of public policy, and because it involves policy decisions, it also entails rule making," demikian ujar Michael Roskin, et. al.[4]
Organisasi yang menyelenggarakan proses atau tata kerja tersebut terkenal dengan sebutan birokrasi. Birokrasi merupakan sebuah "mesin" yang mengerjakan tugas-tugas administrasi negara keseharian. Sebab itu, e-government sebagai sebuah konsep, sebagian besar dijalankan oleh birokrasi negara ini. Birokrasi dan administrasi, secara lebih jauh merupakan 2 konsep berbeda yang hendak dikaitkan dengan E-Government.
Definisi e-government sendiri -seperti sudah disebut--- lebih kuat dimensi proses atau how to-nya ketimbang organisasi yang menjalankan. Kuatnya dimensi proses ini yang kemudian melahirkan konsep E-Governance, sebagai perluasan pihak-pihak atau provider yang menjalankan "e-government" ini.
Kembali ke masalah birokrasi. Roskin, et al. menggariskan birokrasi (negara) memiliki fungsi-fungsi administrasi, regulasi, pelayanan, perizinan, dan pengumpulan informasi. Kelima fungsi ini inheren di dalam implementasi E-Government. Perbedaannya adalah, "kantor" atau "tempat" berlangsungnya kelima kegiatan tersebut dilangsungkan melalui jejaring world wide web.
Tentu saja, tidak seluruh proses administrasi negara dapat dilangsungkan lewat metode e-government. Penandatangan memorandum of understanding antara warga negara dengan pemerintah, pengambilan surat-surat keputusan pengangkatan seorang pegawai negeri, perizinan usaha, dan sejenisnya masih tetap dilakukan secara konvensional (non electronic government). Namun, hal yang terpenting adalah, e-government mampu memangkas hambatan sosialisasi sebuah kebijakan dari level pemerintah kepada masyarakat. Seperti telah dinyatakan Roskin, et.al, administrasi merupakan implementasi dari public policy (kebijakan publik).
Salah satu lini suksesnya implementasi sebuah kebijakan adalah penetrasinya kepada pihak dituju. Satu faktor penting adalah membuat publik mengetahui bahwa sebuah kebijakan di level pemerintah telah diambil. Gaung kebijakan tersebut relatif cepat sampai kepada masyarakat lewat media e-government ini. Di Indonesia, rata-rata lembaga negara telah memiliki website.
Jika anda browsing menggunakan mesin pencarian Google sebagai misal, maka anda secara mudah akan mengetahui "ruas dalam" hampir setiap lembaga yang dimiliki pemerintah. Silakan saja sebut lembaga kepresidenan, mahkamah konstitusi, mahkamah agung, departemen pendidikan, departemen hukum dan ham, departemen luar negeri, dan sejenisnya. Di website-website tersebut dapat kita temui visi dan misi lembaga, struktur organisasi, prosedur pengaduan masalah, kegiatan yang tengah dilakukan, dan masih banyak lagi. Lembaga yang hampir tidak mungkin didatangi secara fisik oleh warganegara menjadi "transparan" tatkala dikunjungi lewat internet.
"O, saya sudah tahu syarat melamar jadi CPNS Deplu. Saya udah download dari situs Deplu semalam." Kalimat tersebut mungkin pernah anda dengan dari lingkungan orang sekitar anda (meski tentunya tidak sama persis). Bayangkan, cepatnya informasi lowongan pekerjaan tersebut jika tersedia via website Deplu. Juga, bayangkan jika kita harus berkunjung secara fisik ke Pejambon.
"Bu, sudah ada kisi-kisi soal untuk Ujian Nasional. Saya mau mulai pendalaman materi untuk anak kelas 3," ujar guru tersebut pada kepala sekolah. "Wah, Dinas Pendidikan belum ada yang disampaikan tuh," jawab sang kepala sekolah. "Jadi bagaimana ya. Ujian kan tinggal 2 bulan lagi. Saya betul-betul butuh kisi-kisi soal tersebut," timpal guru itu lagi. "Baiklah. Nanti saya ke dinas kabupaten. Saya akan tanyakan apa kisi-kisi soal tersebut sudah ada atau belum. Anda bersabar saja dulu," pungkas kepala sekolah. Akhirnya, guru tersebut pulang. Potret Indonesia
Di rumah, ia bertemu anaknya yang kelas 5 SD. Guru tersebut dipusingkan oleh perilaku anaknya (namanya Dodi, jadi kiranya lelaki) yang keranjingan bermain Ragnarok. Ragnarok adalah game online yang dimainkan melalui media komputer yang terhubung internet. Dodi pun meminta uang padanya untuk bermain Ragnarok di warnet langganannya. "Bu, minta uang dong. Dodi mau ke warnet nih," pinta Dodi. "Aduh Dodi. Ibu tahu, kamu di warnet kan paling main game komputer itu. "Ngga kok Bu. Dodi mau mencari jawaban tugas yang dikasih guru komputer.
Dodi disuruh mencari berita tentang bahaya merokok," jawab Dodi. "Yang betul, Dod," timpal guru tersebut. "Betul kok Bu. Dodi lagi bosan main game. Kalah terus sih," uja Dodi. "Kamu bisa cari berita tentang kesehatan itu, Dod," tanya guru tersebut. Ia teringat keinginannya memperoleh kisi-kisi soal Ujian Nasional. "Bisa dong Bu. Kan Dodi udah diajarin sama Bu Guru Komputer di sekolah. "Terus, caranya gimana Dod," kejar guru itu. "Dodi ke warnet. Buka internet lalu Dodi ketik www.google.com di kotak isian address-nya. Setelah itu, muncul fasilitas pencarian Google. Udah deh, Dodi ketik aja judul berita yang mau dicari," jelas Dodi bangga.
"Ooo. Kalau begitu, ibu ikut kamu deh ke warnet," pinta guru tersebut antusias. "Ibu juga ada yang mau dicari. Tapi, kamu yang ketikkan ya. Ibu ngga tahu caranya," tambahnya. Lalu keduanya pergi ke warnet selang 13 rumah dari arah kiri tempat tinggal mereka. Padahal keduanya belum makan siang. "Kamu masuk duluan Dod," suruh guru tersebut. Layaknya jagoan, Dodi pun masuk ke area warnet. Ia pilih PC yang biasa ia pakai bermain game.
Pertama ia ketik di kotak isian address www.google.com. Setelah muncul fasilitas search ia berpaling pada ibunya. "Apa yang mau ibu cari?" tanya Dodi. "Dod, coba kamu ketik "kisi-kisi ujian nasional"," jawab guru tersebut. Setelah Dodi selesai mengetik, ia klik button search. Muncullah hyperlink-hyperlink. "Yang mana Bu?" tanya Dodi. "Coba kamu klik yang nomor 3 dari atas itu," ujar guru itu. "Itu, yang ada tulisan Departemen Pendidikan Nasional," tambahnya.
Setelah Dodi meng-klik, muncullah kisi-kisi soal yang tengah dipusingkan guru itu. "Nah, itu Dod yang ibu cari. Bisa dicetak ngga Dod," tanyanya. "Bisa dong Bu. Nanti Dodi bilang sama Bang Jumin (penjaga warnet)," jawab Dodi. Akhirnya, Bang Jumin bisa memprint-out kisi-kisi soal. Seluruhnya 36 lembar dikali Rp.1.000 sehingga total biaya dikeluarkan Rp.36.000. Bukan main senangnya guru itu. Tidak apa uang dikeluarkan demi para siswanya.
Di benak guru itu telah terprogram rencana pendalaman materi yang akan ia berikan bagi persiapan ujian nasional. Itulah, yang ia kerjakan malam hari di rumahnya hingga pukul 23.30 WIB. Esoknya, begitu tiba di sekolah ia dipanggil atasannya (kepala sekolah tempat ia bertanya kemarin). "Bu, saya kemarin sudah dari dinas pendidikan kabupaten. Mereka mengatakan kisi-kisi soal belum ada. Belum didistribusikan oleh pusat," katanya. "Oh, tidak perlu Bu. Saya sudah punya kok. Terima kasih," jawab guru itu sambil melangkah pasti menuju kelas tercintanya.
Konsep E-Government
Kisah di atas bermaksud sederhana, yaitu hendak menggambarkan cepatnya akses informasi warganegara terhadap suatu jenis kebijakan pemerintah. Guru tadi langsung masuk ke struktur birokrasi atas pemerintah guna memperoleh kisi-kisi soal. Secara langsung, guru tersebut langsung mengalami aspek positif dari Electronic Government dan biasa disingkat penyebutannya menjadi E-Government.
Shailendra C. Jain Palvia dan Sushil S. Sharma mendefinisikan e-governmet sebagai terminologi umum guna menyebut layanan-layanan yang diberikan kantor departemen, pemerintah, maupun daerah yang didasarkan pada pemanfaatan jaringan web. Menurut keduanya, pemerintah menggunakan teknologi informasi khususnya internet guna mendukung operasionalisasi kebijakan mereka, melibatkan partisipasi warganegara, dan menyediakan layanan-layanan yang diberikan pemerintah.[1]
Sebuah kelompok kerja bernama Working Group on E-government in the Developing World menyebut bahwa e-government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi guna mempromosikan pemerintahan yang efektif dan efisien, memfasilitasi layanan pemerintah yang mudah diakses, memperbesar akses warga negara terhadap informasi, dan membuat pemerintahan lebih akuntabel saat diperhadapkan dengan warga negara. E-government melibatkan teknologi internet, telepon, pusat-pusat komunitas, perangkat wireless, dan sistem-sistem komunikasi lainnya.[2]
Dalam contoh di atas, Departemen Pendidikan Nasional merupakan pihak yang berwenang menentukan soal ujian negara. Jika pemerintah telah rampung membuat suatu kebijakan pendidikan, maka persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana mengimplementasikannya. Implementasi tersebut melibatkan aspek sosialisasi, distribusi, termasuk tentunya umpan balik. Dapat dibayangkan jika implementasi kebijakan tersebut sekadar menggunakan media konvensional berupa surat via pos, faksimili, dan sejenisnya.
Publik penerima, khususnya guru, tentu tidak termasuk hitungan person yang harus disampaikan hasil itu kecuali para kepala dinas pendidikan provinsi dan kota, pastilah menjadi person yang dituju. Distorsi implementasi biasanya muncul tatkala suatu kebijakan disampaikan via birokrasi. Kelambatan, protokoler, time-corruption (menunda-nunda), biasanya muncul. Terlebih lagi, jika birokrasi resmi negara tersebut sedang menangani proyek yang melibatkan uang banyak. Bisa dibayangkan bagaimana nasib sekadar kisi-kisi soal ujian nasional ?
E-government memiliki kemampuan mem-bypass hambatan implementasi kebijakan. Dari pembuat langsung kepada pihak yang seharusnya menerima. Dari Departemen Pendidikan Nasonal langsung kepada guru mata pelajaran. Kemampuan by-pass ini menghilangkan jarak antara warga negara dengan pemerintah.
Konsep E-Governance
E-Government, menurut definisi yang sudah diberikan, relatif merupakan terma umum. Paling tidak, definisi e-government meliputi 3 aras, yaitu pemerintah, media, dan publik pengakses (warganegara). Dalam implementasi hariannya, e-government ternyata melibatkan banyak pihak. Pemerintah bukan lagi merupakan satu-satunya provider informasi produk kebijakan. Pihak-pihak lain dari kalangan civil society pun terlibat.
Organisasi-organisasi baik yang dibentuk pemerintah maupun voluntary masyarakat ikut terlibat di dalam proses e-government. Muncullah kemudian istilah e-governance. Mengenai konsep governance (pemerintahan), Robert O. Keohane dan Josep S. Nye menyatakannya sebagai suatu konsep yang mengimplementasikan aspek lembaga dan proses-prosesnya, baik formal maupun informal, yang membimbing ataupun membatasi aktivitas kelompok secara umum.
Pemerintah merupakan pusat organisasi yang bertindak dengan otoritas dan mengkresi aturan-aturan formal.[3] Sementara itu, konsep pemerintahan tidak mesti harus dilakukan pemerintah. Firma-firma pribadi, firma-firma asosiasi, LSM, ataupun asosiasi LSM, semua dapat saja terlibat di dalamnya bersama dengan badan-badan pemerintah untuk membentuk pemerintahan; terkadang, meski tanpa kewenangan formal. E-governance, sebab itu, menjadi perluasan dari konsep e-government.
Jika e-governent menghendaki pemerintah sebagai satu-satunya produsen informasi, maka e-governance memperluas peran tersebut ke level organisasi di civil society. Ini tentu saja memiliki kesulitannya sendiri, terutama bagi pemerintah. Utamanya dalam melakukan sinkronisasi kebijakan mereka. Namun, fenomena e-governance inilah yang sesungguhnya tengah real di tengah masyarakat Indonesia kini.
E-Government dan Administrasi Negara
Administrasi Negara merupakan tata kelola negara. Satu hal yang menjadi inti pekerjaan negara adalah membuat dan mengimplementasikan kebijakan pemerintah. Indonesia sebagai contoh, memiliki banyak sekali produk undang-undang. Terkadang, belum lagi suatu undang-undang secara sukses terimplementasi, sudah terbit undang-undang yang baru. Sebab itu, menjadi tugas dari sektor administrasi negara untuk mempenetrasikan seluruh kebijakan negara ke tengah civil society.
Arus produk pemerintah (undang-undang) tentu saja sulit ditahan. Ia terbit tatkala masyarakat membutuhkannya. Seringkali tanpa periodisasi yang zakelijk. Untuk itu, diperlukan suatu metode administrasi yang cepat, mampu menembus batas, dan responsif. Di sanalah, konsep e-governance menemui signifikansinya. Administrasi Negara, dengan demikian lebih condong pada aspek proses atau tata alur kerja. "Administration, therefore, is the implementation of public policy, and because it involves policy decisions, it also entails rule making," demikian ujar Michael Roskin, et. al.[4]
Organisasi yang menyelenggarakan proses atau tata kerja tersebut terkenal dengan sebutan birokrasi. Birokrasi merupakan sebuah "mesin" yang mengerjakan tugas-tugas administrasi negara keseharian. Sebab itu, e-government sebagai sebuah konsep, sebagian besar dijalankan oleh birokrasi negara ini. Birokrasi dan administrasi, secara lebih jauh merupakan 2 konsep berbeda yang hendak dikaitkan dengan E-Government.
Definisi e-government sendiri -seperti sudah disebut--- lebih kuat dimensi proses atau how to-nya ketimbang organisasi yang menjalankan. Kuatnya dimensi proses ini yang kemudian melahirkan konsep E-Governance, sebagai perluasan pihak-pihak atau provider yang menjalankan "e-government" ini.
Kembali ke masalah birokrasi. Roskin, et al. menggariskan birokrasi (negara) memiliki fungsi-fungsi administrasi, regulasi, pelayanan, perizinan, dan pengumpulan informasi. Kelima fungsi ini inheren di dalam implementasi E-Government. Perbedaannya adalah, "kantor" atau "tempat" berlangsungnya kelima kegiatan tersebut dilangsungkan melalui jejaring world wide web.
Tentu saja, tidak seluruh proses administrasi negara dapat dilangsungkan lewat metode e-government. Penandatangan memorandum of understanding antara warga negara dengan pemerintah, pengambilan surat-surat keputusan pengangkatan seorang pegawai negeri, perizinan usaha, dan sejenisnya masih tetap dilakukan secara konvensional (non electronic government). Namun, hal yang terpenting adalah, e-government mampu memangkas hambatan sosialisasi sebuah kebijakan dari level pemerintah kepada masyarakat. Seperti telah dinyatakan Roskin, et.al, administrasi merupakan implementasi dari public policy (kebijakan publik).
Salah satu lini suksesnya implementasi sebuah kebijakan adalah penetrasinya kepada pihak dituju. Satu faktor penting adalah membuat publik mengetahui bahwa sebuah kebijakan di level pemerintah telah diambil. Gaung kebijakan tersebut relatif cepat sampai kepada masyarakat lewat media e-government ini. Di Indonesia, rata-rata lembaga negara telah memiliki website.
Jika anda browsing menggunakan mesin pencarian Google sebagai misal, maka anda secara mudah akan mengetahui "ruas dalam" hampir setiap lembaga yang dimiliki pemerintah. Silakan saja sebut lembaga kepresidenan, mahkamah konstitusi, mahkamah agung, departemen pendidikan, departemen hukum dan ham, departemen luar negeri, dan sejenisnya. Di website-website tersebut dapat kita temui visi dan misi lembaga, struktur organisasi, prosedur pengaduan masalah, kegiatan yang tengah dilakukan, dan masih banyak lagi. Lembaga yang hampir tidak mungkin didatangi secara fisik oleh warganegara menjadi "transparan" tatkala dikunjungi lewat internet.
"O, saya sudah tahu syarat melamar jadi CPNS Deplu. Saya udah download dari situs Deplu semalam." Kalimat tersebut mungkin pernah anda dengan dari lingkungan orang sekitar anda (meski tentunya tidak sama persis). Bayangkan, cepatnya informasi lowongan pekerjaan tersebut jika tersedia via website Deplu. Juga, bayangkan jika kita harus berkunjung secara fisik ke Pejambon.
Sedangkan konsep yang diusung oleh EZ Gov, selaku
konsultan dalam penerapan E-government, memiliki pengertian penyederhanaan
praktek pemerintahan dengan mempergunakan teknologi informasi dan komunikasi,
dimana dari pengertian tersebut dibagi lagi menjadi dua pembidangan, yaitu :
·
Online Sevices:
adalah bagaimana pemerintah menjalankan fungsinya ke luar baik itu masyarakat
maupun kepada pelaku bisnis. Tetapi yang terpenting disini adalah pemerintah
menawarkan pelayanan yang lebih sederhana dan mudah kepada pihak yang terkait,
contohnya seperti pembayaran retribusi, pajak properti atau lisensi.
·
Government Operations:
adalah kegiatan yang dilakukan dalam internal pemerintah, lebih khusus lagi
adalah kegiatan yang dilakukan oleh pegawai pemerintah seperti electronic
procurement, manajemen dokumen berbasiskan web, formulir elektronik dan hal-hal
lain yang dapat disederhanakan dengan penggunaan internet.
E-Government dapat diaplikasikan
pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan
efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan
yang demokratis. Ada beberapa model penyampaian E-government yang utama yaitu :
1.
Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C);
2.
Government-to-Business (G2B); serta
3.
Government-to-Government (G2G).
Dalam prakteknya, E-Government
adalah penggunaan Internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan
pelayanan publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan
masyarakat. Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan
efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan
publik.
Adapun tujuan yang ingin dicapai
dengan mengimplementasikan E-Government adalah :
·
Untuk menciptakan customer online dan bukan in-line.
·
Untuk memberikan pelayanan tanpa adanya intervensi pegawai
institusi publik dan sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan suatu
pelayanan yang sederhana.
·
Untuk mendukung good governance.
Selain itu, penggunaan teknologi
yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dapat mengurangi korupsi
dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik.
E-Government dapat memperluas partisipasi publik, dimana masyarakat
dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan/kebijakan oleh
pemerintah. E-Government juga diharapkan dapat memperbaiki produktifitas dan
efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
·
Implementasi E-Government di Indonesia
Dasar hukum E-Government di
Indonesia ditingkat nasional adalah Intruksi Presiden (Inpres) No.3 Tahun 2003
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional PengembanganE-government. Poin penting
Inpres tersebut yaitu menginstruksikan kepada:
(1) Menteri;
(2) Kepala LembagaPemerintah Non
Departemen;
(3) PimpinanKesekretariatan
Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara;
(4) Panglima Tentara Nasional
Indonesia;
(5) Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
(6) Jaksa Agung Republik
Indonesia;
(7) Gubernur; dan
(8) Bupati/Walikota
Untuk mengambil langkah-langkah
yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing masing guna
terlaksananya pengembangan e-government secara nasional dengan berpedoman pada
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government. Dan Inpres tersebut
antara lain berisikan panduan yang sudah disosialisasikan, seperti :
1. Panduan pembangunan
infrastruktur portal pemerintah
2. Panduan manajemen sistem
dokumen elektronik
3. Panduan penyusunan rencana
induk pengembangan lembaga
4. Panduan penyelenggaraan situs
web pemerintah daerah
5. Panduan tentang pendidikan dan
pelatihan SDM
Namun faktanya pelaksanaan
e-Government di Indonesia sebagian besar barulah pada tahap publikasi situs
oleh pemerintah atau baru pada tahap pemberian informasi.
Mengenai implementasi
E-Government ini , saya mengambil dua contoh E-Government yang sudah di terapkan
di indonesia, antara lain:
1. e-KTP
e-KTP adalah dokumen kependudukan
yang memuat sistem keamanan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun
teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional.
Penduduk
hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk
Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku
seumur hidup.Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan
dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan
penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk)
Penggunaan sidik jari e-KTP lebih
canggih dari yang selama ini telah diterapkan untuk SIM (Surat Izin Mengemudi).
Sidik jari tidak sekedar dicetak dalam bentuk gambar (format jpeg) seperti di
SIM, tetapi juga dapat dikenali melalui chip yang terpasang di kartu. Data yang
disimpan di kartu tersebut telah dienkripsi dengan algoritma kriptografi
tertentu. Proses pengambilan sidik jari dari penduduk sampai dapat dikenali
dari chip kartu adalah sebagai berikut:
Sidik jari yang direkam dari
setiap wajib KTP adalah seluruh jari (berjumlah sepuluh), tetapi yang
dimasukkan datanya dalam chip hanya dua jari, yaitu jempol dan telunjuk kanan.
Sidik jari dipilih sebagai autentikasi untuk e-KTP karena alasan berikut:
1. Biaya
paling murah, lebih ekonomis daripada biometrik yang lain.
2. Bentuk
dapat dijaga tidak berubah karena gurat-gurat sidik jari akan kembali ke bentuk
semula walaupun kulit tergores.
3. Unik,
tidak ada kemungkinan sama walaupun orang kembar.
Selain tujuan yang hendak
dicapai, manfaat e-KTP diharapkan dapat dirasakan sebagai berikut:
Identitas jati diri tunggal
1. Tidak
dapat dipalsukan
2. Tidak
dapat digandakan
3. Dapat
dipakai sebagai kartu suara dalam pemilu atau pilkada
2. Web
Portal Negara kita Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dapat
di Akses Disini : www.Indonesia.go.id
JAWA BARAT PERINGKAT I PEMERINGKATAN E-GOVERNMENT INDONESIA
Kepala Dinas Komunikasi dan Infomasi
Provinsi Jawa Barat Dudi Sudrajat Abdurachim mengatakan, secara
numerik-kuantitatif, implementasi TIK yang menyokong pemerintahan
(e-government) di Jawa Barat tergolong paling baik dibandingkan provinsi
lainnya.
Merujuk pada data Kementerian
Komunikasi Informatika yang melakukan survei Pemeringkatan E-Government
Indonesia (PEGI) periode 2010-2014, Jawa Barat di urutan pertama tahun 2010 s.d
2013 serta urutan kedua pada tahun lalu. Demikian diucapkanKepala Dinas
Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat Dudi Sudrajat
Abdurachim, di gelaran Kominfo Award 2015 di Hotel Golden Flower, Kota
Bandung, Senin (14/12/2015) malam.
“PEGI mencakup lima indikator yakni
kebijakan, kelembagaan dan SDM, infrastruktur, konten, serta integrasi
perencanaan. Jadi, sebuah pemda digolongkan serius menata e-government nya
dengan melihat kesiapan lima indikator tersebut,” katanya.
Dudi
menambahkan, setiap tahun, Kementerian Komunikasi Informatika melakukan
PEGI untuk Kementerian dan Lembaga di pemerintah pusat serta seluruh
pemerintah provinsi. Sementara PEGI untuk kabupaten kota dilakukan Dinas
Komunikasi Informatika Provinsi dengan diasistansi tim gabungan yang
dipimpin Kementerian
Komunikasi Informatika.
Komunikasi Informatika.
“Salah satu implementasi PEGI sudah
terbukti selain LPSE terbaik se-Indonesia, kami juga baru dinobatkan sebagai
pengelola web pemda terbaik nasional sehingga memperoleh juara umum Anugrah
Media Humas selama lima tahun berturut-turut tahun 2010 hingga 2015,” katanya.
Pada tahun ini, atau tepatnya 10
November 2015 lalu, Pemprov Jawa Barat memperoleh tiga penghargaan terkait
pengadaan elektronik yakni kategori Kepemimpinan Kepala Daerah dalam
Transformasi Pengadaan Secara Elektronik, kategori Peran LPSE Provinsi, dan
kategori Inovasi LPSE berupa Aplikasi Pakar Report.
Sementara pada 18 November 2015 lalu
memperoleh Juara Umum Anugerah Media Humas 2015 yakni juara pertama
untuk laporan kehumasan, juara pertama pelayanan informasi publik melalui
website, dan juara pertama untuk advetorial kategori Peserta Bimtek Bakohumas
terbaik ke-dua yang diraih Lovita Adriana Rosa dari Dinas Kominfo
Provinsi Jabar dengan judul tulisan feature “Senyum Serenyah Opak
Perempuan Conggeang”.
Selain itu, pada 20 Oktober 2015
lalu, Diskominfo menjadi motor Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam meraih
juara pertama kategori provinsi berukuran besar dalam Indonesia Smart Nation
Award (ISNA) 2015 dari Citi Asia, Inc. Jabar menyisihkan Provinsi Jawa
Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Banten.
Jawa Barat menjadi satu dari sembilan
pemenang terbaik dari total 45 pemenang yang terbagi dalam sembilan kategori,
seperti provinsi besar/populasinya lebih dari 5 juta orang, provinsi sedang,
kabupaten kecil, kota sedang, dan lainnya.
Penerapan E-Government Kota Bandung dan
Jawa Barat
Penggunaan teknologi informasi di negara berkembang sudah semakin pesat dan
memasuki berbagai kebutuhan. Teknologi informasi kini sudah bersentuhan
langsung dengan berbagai sendi kehidupan bermasyarakat. Pemerintah semakin
menunjukkan kebutuhan yang terus meningkat terhadap pemakaian IT agar
menjadikan sistem kerja birokrasi semakin efektif dan efisien dalam melayani
masyarakat. Istilah e-governance pertama kali diperkenalkan oleh negara Italia
yang kemudian populer dijadikan sebagai referensi bagi pemerintah negara lain
di dunia. E-governance sendiri adalah birokrasi digital yang selain berfokus
pada masyarakat, tapi juga berdampak pada efisiensi dan kualitas layanan yang
lebih baik. Modernisasi dilakukan dari tingkat pemerintah pusat, pemerintah
daerah, adanya sinergi keseragaman antara pemerintah pusat dan daerah yang
dinamakan Public Connectivity System (PCS).
Dengan adanya e-governance masyarakat tidak lagi direpotkan dengan persoalan
harus mendatangi satu kantor pemerintahan ke kantor pemerintahan yang lain
dalam mengurus sesuatu. Dampak positif lainnya pemerintah lebih produktif dan
efisien serta responsif terhadap kebutuhan publik, lebih cepat melayani, dapat
memotong jalur birokrasi, dan menjadi lebih terbuka.
Di Indonesia, e-gov sudah banyak diterapkan baik di pemerintah pusat sampai
pemerintah daerah. Mengacu pada standar nilai Direktorat Jenderal Aplikasi dan
Telematika Kementrian Komunikasi dan Informatika, ada lima parameter yang
diterapkan pada e-gov. Pertama kebijakan, yaitu seberapa jauh produk hukum dan
dokumen resmi yang ada menunjang pemanfaatan teknologi informasi dan
telekomunikasi di pemerintahan. Kedua kelembagaan, yaitu keberadaan organisasi
yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap pengembangan dan pemanfaatan TIK.
Indikatornya antara lain keberadaan organisasi struktural yang lengkap, dokumen
TUPOKSI, kelengkapan unit, dll. Ketiga infrastruktur, yaitu keberadaan sarana
dan prasarana yang mendukung pengembangan dan pemanfaatan TIK di pemda.
Mencakup hardware, software, local area network, dll. Keempat aplikasi, yakni
terkait ketersediaan dan pemanfaatan perangkat lunak yang dimiliki pada bidang
pelayanan publik, administrasi dan manajemen umum, administrasi legislasi,
manajemen keuangan, kepegawaian, dll. Kelima perencanaan, yaitu adanya proses
perencanaan TIK yang nyata.
Berikut ini analisis bobot nilai e-gov kota Bandung
Potensi daerah
Nilai bobot website ini :8 dengan perhitungan
8/10 x 40% = 36% karena pada website ini kurang lengkap untuk menampilkan
informasi mengenai potensi daerah yang terdapat di Kota Bandung.
Komoditas utama
Nilai bobot website ini : 9 dengan perhitungan 9/10
x 30% = 27% karena pada website ini informasi mengenai hasil utama dari Kota
Bandung dari bidang pariwisata ditampilkan secara terinci dan dengan
perhitungan yang matang.
Kualitas SDM
Nilai bobot website ini : 6/10 x 30% = 18%
karena dalam website ini kurang dalam menampilkan informasi kependudukan dan
latar belakang pendidikan penduduk yang terdapat di Kota Bandung.
Tahap I
Nilai bobot website ini : kami beri nilai 8 dengan
perhitungan 8/10 x 20% = 16 % karena pada website ini sangat detail
menampilkan pendidikan dan saran pendidikan yang terdapat di Kota Bandung.
Tahap II
Nilai bobot website ini : 7 dengan perhitungan 7/10
x 30% = 21%, karena dalam website ini sudah cukup menampilkan informasi
mengenai perniagaan, tetapi masih kurang banyak informasi mengenai perniagaan
dalam segala bidang.
Tahap III
Nilai bobot website ini : 8 dengan perhitungan 8/10
x 50% = 40%, karena secara keseluruhan informasi yang diberikan baik informasi
secara umum ataupun mengenai kegiatan dalam pemerintahan Kota Bandung itu
sendiri ditampilkan secara jelas dan up-to-date.
G2C
Nilai bobot webasite ini 9 dengan perhitungan 9/10 x
40% = 28% karena pada website ini menampilkan menu-menu yang
membuat interaksi antara penduduk dengan pemerintah semakin baik.
G2B
Nilai bobot website ini :9 dengan
perhitungan 9/10 x 30% = 27% karena pada website ini menampilkan beberapa
link dengan tempat wisata maupun bekerja sama dengan perusahaan swasta maupun
perusahaan negara.
G2G
Nilai bobot website ini : 3/10 x 30% = 9% karena
pada website ini terdapat link melakukan kerjasama antara lembaga
pemerintah lainnya namun tidak terkoneksi dengan baik.
Aksesibilitas
Nilai bobot website ini : 8 dengan perhitungan 8/10
x 100% = 80% karena kecepatan akses untuk menampilkan setiap menu selama
10-30 detik.
Animasi
Nilai bobot website ini : 9 dengan perhitungan 9/10
x 30% = 27% karena pada website ini terdapat banyak animasi yang membantu
menjelaskan informasi dengan lebih menarik.
Teks lengkap
Nilai bobot website ini : 8 dengan perhitungan
8/10 x 40% = 32% karena informasi yang dibutuhkan user sudah cukup
jelas dan mudah dimengerti dengan menggunakan pembahasan yang lengkap
dan bahasa yang baku.
Grafis
Nilai bobot website ini : 7 dengan perhitungan 7/10
x 30% = 21% karena pemilihan warna dan pelatakan struktur navigasi yang
cukup baik tetapi masih kurang atraktif.
1 Tingkat
Nilai bobot website ini : 6 dengan perhitungan 6/10
x 25% = 15% karena kurang menampilkan informasi mengenai tempat publik yang
dapat digunakan untuk mengakses internet secara gratis.
2 Tingkat
Nilai bobot website ini : 7 dengan perhitungan 7/10
x 25% = 17,5% karena pada website ini cukup menampilkan informasi secara
interaktif dengan adanya poling, agenda, link download walaupun belum
digunakan dengan maksimal
3 Tingkat
Nilai bobot website ini : 7/10 x 25% = 17,5% karena
pada situs website ini tidak ada transaksi layanan publik tetapi
yang disajikan hanya berupa informasi saja.
4 Tingkat
Nilai bobot website ini : 7/10 x 25% = 17,5% karena
hubungan antara G2B, G2C dan G2G yang disampaikan hanya berupa informasi saja
dan tidak interaktif.
Perhitungan Nilai Total didapat dari: ∑ N x B x 100%
Jumlah total perhitungan analisis 16 +
14,8 + 10,57+ 8 + 7,2 + 13 = 69,57 %
Dari hasil penilaian e-gov Kota Bandung sudah cukup baik di beberapa sektor
namun masih banyak pula yang perlu diperbaiki. Penulis mengkhususkan penilaian
terhadap G2B atau Government to Business yang mendapatkan poin cukup tinggi. Di
portal pemerintah Kota Bandung memang sudah menyediakan link-link yang
berkaitan dengan dunia bisnis. Karena komoditi utama pendapatan Kota Bandung
bersumber dari sektor pariwisata, makan informasi yang disediakan pun tidak
jauh dari hal itu. Seperti info-info pariwisata industri retail, hotel,
restaurant, sampai tempat hiburan. Tersedia juga tombol investasi yang
menjelaskan sektor apa saja yang potensial di bidang bisnis Kota Bandung.
Seperti sektor lingkungan hidup, iptek kesehatan, industri, pariwisata,
perdagangan, dll. Yang perlu ditingkatkan adalah sarana komunikasi interaktif
antara pemerintah dan pelaku bisnis di portal e-gov Bandung.
Untuk website e-gov Jawa Barat di bidang G2B, informasi yang disediakan cukup
banyak. Seperti link mengenai perizinan yang langsung terkoneksi dengan BPPT
Provinsi jawa Barat, informasi lelang yang terkoneksi dengan LPSE Provinsi
Jabar, informasi bursa kerja yang terkoneksi dengan Depnakertrans, dan
informasi mengenai potensi daerah Jawa Barat. Namun tombol untuk detail potensi
daerah masih belum maksimal dalam menyediakan informasi. Karena pada
kenyataannya informasi yang diberikan tidak mendetail dan hanya memberikan
gambaran umum.
Masyarakat berharap agar kedua website e-government ini dapat meningkatkan
performa dan kinerja dalam melayani masyarakat demi terwujudnya Cyber City
seperti yang telah dicanangkan oleh Provinsi Jawa Barat.
Bandung Command Center
Bandung Command Center
Bandung Command Center (BCC) adalah sebuah gagasan dari Wali
Kota Bandung Ridwan Kamil sebagai salah satu upaya menjadikan Bandung sebagai
kota cerdas dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi . Di samping
BCC ini bertujuan mewujudkan tata kelola pemerintahan, juga untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik yang baik.
Command Center adalah sebuah sistem dimana pengawasan kota cukup
hanya dengan menatap layar komputer dan pengoperasiannya dilakukan oleh
ahli-ahli teknologi komputer, atau sebagai gambaran seperti yang terdapat di
film – film Hollywood macam Star Trek . Sementara untuk mengakses info kota,
user/masyarakat cukup menggunakan komputer atau gadget yang terintegarsi ke
internet.
Dalam Command Center tersebut terdapat banyak aplikasi yang bisa
memonitor keadaan Bandung. Di dalamnya ada data cuaca, peta, video feed,
special vehicles location, video analisis dan sebagainya. Sebagai penunjang, di
80 titik di Kota Bandung akan dipasang CCTV dan 50 kendaraan akan dipasang GPS.
Rekaman-rekaman CCTV tersebut nantinya akan dianalisis lebih detil sehingga
timbul notifikasi sesuai kebutuhan.
Fungsi dari Command Center sendiri adalah untuk menyempurnakan
pelayanan publik keluar, dan mempermudah pelayanan kedalam yakni
manajemen pengambilan keputusan cepat. Untuk pelayanan publik, seluruh
pelayanan publik di kota Bandung dapat diakses dengan mudah dengan teknologi
yang canggih. Seperti mengurus KTP, mengecek perizinan, hingga memonitor
kemacetan atau banjir bisa dilakukan pengawasan dan penyebaran informasi secara
realtime. Command center ini, akan menjadi pusat data informasi dari seluruh
instansi di lingkungan Pemkot Bandung.
Untuk membangun proyek IT ini, Pemkot Bandung mencicil dulu
sepertiga dari target software 100%. Jika dibandingkan, Singapura mempunyai
1.600 online service, sementara Kota Bandung target 2015 jumlah nya 150. (Yoggi
Darwis)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar